Rabu, 30 April 2014

Derita Hidup Seorang Ayah

Saat usiaku masih muda, aku adalah seorang pekerja keras yang tak ingin merepotkan kedua orang tuaku dakam membesarkan dan membiayai pendidikan. Aku kerap berusaha sendiri dengan berbagai cara yang menurutku sanggup aku kerjakan. Dan kedua orang tuaku juga mendukung apa yang menjadi keputusanku. Bahkan mereka merasa bangga dengan anak bungsunya.

Begitupun saat aku akhirnya menemukan jodohku, seorang perempuan cantik dan penuh kasih sayang. Hingga akhirnya kami mampu membesarkan dan membiayai semua kebutuhan tiga anak kami, bahkan sampai mereka dapat menyelesaikan pendidikan sampai dengan perguruan tinggi. Karena aku tak mau melihat anak-anak menderita seperti aku yang membiayai semua kebutuhan dengan usaha sendiri.

Kami memang berhasil membiayai mereka, namun rupanya kami tak berhasil mendidik mereka menjadi orang yang peka terhadap penderitaan sesama. Jangankan kepada orang lain perhatian terhadap orang tuanyapun seperti tak pernah mereka tunjukan. Awalnya aku mengganggap hal sebagai hal yang lumrah, mungkin mereka masih terlalu muda untuk hal itu.

Namun ternyata anggapan itu sangat keliru. Saat mereka sudah berhasil dalam meraih kehidupan termasuk telah behasil dalam membina rumah tangga mereka tetap melupakan rasa peka terhadap penderitaan, kesepian dan kehidupanku sebagai orang tua mereka yang sangat membutuhkan kehadiran mereka, bukan harta mereka


Penderitaanku dimulai saat istriku tercinta meninggal dunia karena sakit yang berkepanjangan. Sejak kepergian istri, tinggallah aku hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidupku rasanya hilang, tiada lagi anak-anak yang mau menemani setiap saat aku memerlukan mereka.

Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjengukku ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulungku datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh aku dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga aku menyetujuinya karena toh aku juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang aku kasihi di dalamnya.

Setelah itu aku ikut dengan anakku yang sulung. Tapi apa yang aku dapatkan?  Setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada dirumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa. Semua keperluanku pembantu yang memberi. Untunglah aku selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua aku tidak pernah sakit-sakitan.

Setelah beberapalama  tinggal bersama si sulung, lalu aku tinggal dirumah anakku yang lain. Saat itu aku berharap yang yang kualami di rumah si sulung tak terjadi lagi, namun harapan tinggalah menjadi harapan. Di rumah ini aku justru mendapatkan lagi penderitaan bahkan lebih parah dari sebelumnya. Mereka mengganti semua peralatan yang aku pakai dengan peralatan dari kayu dan plastik, dengan alasan untuk menjaga keselamatanku Setiap hari aku makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?

Akhirnya aku tinggal dengan anakku yang terkecil, anak yang dulu sangat aku kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan banyak kebahagiaan pada kami semua. Setelah beberapa lama aku tinggal disana akhirnya anakku dan istrinya mendatangi aku lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirimku untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya aku punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungiku.

Sekarang sudah tiga  tahun aku disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi, apalagi membawakan makanan kesukaanku. Hilanglah semua harapan tentang anak-anak yang aku besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Aku kadang bertanya-tanya mengapa kehidupan hari tuaku demikian menyedihkan. Padahal aku bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta yang aku kumpulkan mereka ambil. Dan aku tidak mempermasalahkan itu, aku hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.

Terkadang aku menyesali diri mengapa aku bisa melahirkan anak-anak yang demikian kejam. Untunglah di panti ini aku bisa mendapatkan banyak teman, dan juga kunjungan dari sahabat-sahabatku dulu, tetapi walau bagaimanapun aku merindukan anak-anakku untuk sekedar datang dan memelukku, itu saja permintaanku sebelum aku dijemput ajal yang mungkin sebentar lagi akan datang.

ANALISA MANUSIA DAN PENDERITAAN DALAM KISAH "DERITA HIDUP SEORANG AYAH"

Pengertian Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dara artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan dapat berupa penderitaan lahir atau batin atau lahir dan batin. Penderitaan termasuk realitas manusia dan dunia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat, ada yang ringan.

Dalam cerita "Derita Hidup Seorang Ayah", penderitaan timbul akibat perbuatan manusia. Dikisahkan dalam cerita tentang hidup seorang ayah yang dalam akhir hidupnya merasa menderita. Dia hidup seorang diri di sebuah panti jompo, padahal dia mempunyai 3 anak. Tak ada satupun anaknya yang merawat ayahnya.

Penderitaannya dimulai saat istrinya tercinta meninggal dunia karena sakit yang berkepanjangan. Sejak saat itu dia tinggal dengan  pembantu karena anak-anaknya semua tidak ada yang mau menemani karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidupnya menjadi kesepian, tiada lagi anak-anak yang mau menemani setiap saat dia memerlukan kehadiran mereka. Sampai pada akhirnya anaknya yang tertua menjual rumahnya. Dia tinggal dengan anak-anaknya. Namun mereka tidak memperlakukan dia dengan baik sebagai seorang ayah. Kemudian anaknya yang terkecil memutuskan untuk membawanya ke panti jompo dengan alasan agar mempunyai teman dan mereka berjanji akan selalu mengunjunginya.

Sudah tiga tahun di panti jompo tetapi tak ada satupun dari anaknya yang datang mengunjunginya. Terkadang dia menyesal mengapa bisa melahirkan anak-anak yang kejam dan tega menelantarkan orang tuanya. Harapannya sebelum ajal tiba dia masih bisa bertemu dengan anak-anaknya.

Kesimpulan dari cerita diatas adalah penderitaan yang disebabkan akibat perbuatan manusia. Disini seorang ayah diperlakukan secara buruk oleh anak-anaknya di masa tuanya. Sehingga dia merasa menderita dan tidak mendapatkan kebahagiaan ataupun kasih sayang dari anak-anaknya yang telah dia besarkan. 


Sumber
http://storytionghoanews.blogspot.com/2012/11/derita-hidup-seorang-ayah.html






Tidak ada komentar:

Posting Komentar